Jumat, 26 Juni 2015

Rerajahan Beserta Contoh Rerajahan

Rerajahan

Rerajahan pada hakekatnya merupakan budaya Hindu Bali, sebagai suatu produk local genius. Hal ini dapat dilihat pada upakara panca yadnya, sarana pengobatan, ilmu penengen dan ilmu pengiwa. Antara rerajahan, tantra dan mantram memiliki suatu keterpaduan yang sangat erat dan saling mendukung di dalam membangkitkan kekuatan magis sesuai dengan kepercayaan dan keyakinan masyarakat bali.

Rajah juga sama dengan tatto, namun dalam konteks yang berbeda. dimana rajah atau rerajahan tidak sembarang gambar atau huruf yang dapat digambarkan. Dalam dunia rerajahan ada pakem atau aturan tersendiri bagaimana dan dimana sesuatu bisa di suratkan/dirajah dan sebagainnya.
Dalam kehidupan beragama di Bali rerajahan bukanlah hal yang asing lagi, dari manusa yadnya sampai Dewa Yadnya rerajahan dipakai oleh para pemangku dan Sulinggih. seperti pada saat upacara bayi 42 hari; rerajahan dituliskan pada pelapah kelapa, saat Melapas rumah atau Merajan/pelinggih rerajahan dipasang didepan yang sering disebut ulap-ulap.
Lalu apa fungsi rerajahan...???
  1. Sebagai serana untuk keselamatan sekala niskala.
  2. sebagai benda penangkal hal-hal negatif.
  3. Sebagai penjaga/tumbal/pengijeng untuk tujuan tertentu
  4. sebagai karya seni yang magis dalam hal tertentu, sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pengguna.
  5. Sebagai jimat pelindung, kekebelan,dan lainnya sesuai dengan tujuan dan kebutuhan pengguna.
  6. Sebagai pengurip suatu benda/serana tertentu.
Dimana saja rerajahan dapat dirajah/ditulis..???
Rerajahan memerlukan serana, dimana tergantung tujuan dan fungsi dari rerajahan tersebut, biasanya rerajahan dapat dilakukan pada;
  1. kertas biasa,
  2. Kain tertentu.
  3. peripih ; emas, tembaga, selaka, kuningan dll.
  4. daun lontar.
  5. benda - benda tertentu sesuai tujuan ; seperti telebingkah, kertas ulam taga, tiing empet, tiing gading, kelupih, Bata, batu, Paras, kayu dan lainnya.
Rerajahan dalam pembuatannya bukan sembarang dirajah melainkan harus memperhatikan "dewasa ayu" dan persiapan yang matang. Rerajahan ini biasa digunakan untuk JIMAT.

Berikut beberapa contoh dari Rerajahan :

  1. RAJAH "LINGGA BUANA", dirajahkan pada kepingan perak, sebagai tumbal penjaga pekarangan, yang melindungi jiwa keluarga, amat baik dipakai jimat, agar dijauhkan dari segala macam penyakit, dibuatkan sesajen seadanya.
  2. RERAJAHAN "Bhuta Totok" ini tumbal, bahannya tembikat/telebingkah digambar seperti ini, dipendam diperbatasan setiap pondok/rumah, bila ada pencuri ayam dan segala yang diambil, tidak minta kepada "Bhuta Totok", mengakibatkan si Pencuri itu sakit mising dan hingga bisa sampai mati.
  3. RERAJAHAN "Rajah Berare" ini penolak leak (ilmu hitam), bahannya : Putik kepala/bungsil, digambari "Berare" lalu ditanam ditempat orang sakit, disiram dengan air bersih setiap hari sebagai penjaga sang sakit atau pengrasarat.
  4. Rajah "Sanghyang Ganga Osah", dirajahkan pada kepingan timah, dipakai jimat untuk memberikan ketenangan dan orang yang jahat kepada kita, takut dan menjauh.
keyword: Arjuna Digital, Saya Hindu, Hindu Hebat, Hindu Keren

Kamis, 25 Juni 2015

PKB (Pentas Kesenian Bali) XXXVII 2015

Pentas Kesenian Bali atau yang sering disingkat menjadi PKB adalah suatu pagelaran yang diadakan oleh dinas kebudayaan provinsi bali yang bertujuan untuk mementaskan kebudayaan bali dan memperkenalkannya kepada generasi muda sekaligus menjadi objek wisata. Pagelaran ini dilaksanakan sejak setahun sekali di art centre mengambil tema tentang “Jagaditha : Memperkokoh Kesejahteraan Masyarakat“. Ini merupakan tahun terakhir untuk tema payung “Segara Giri” yang sudah dipakai sejak Pesta Kesenian Bali XXXIII tahun 2011.
Artinya, untuk 5 tahun mendatang, Pesta Kesenian Bali akan memiliki tema payung baru yang kemungkinan akan didiskusikan pada akhir-akhir penyelenggaraan PKB 2015 ini.untuk logo PKB sudah bisa dilihat di awal paragraf.
Dalam pagelaran ini banyak sekali acara yang disuguhkan dan juga stand - stand yang berdiri di beberapa tempat yang terdiri dari stand kesenian sampai stand kuliner. Pagelaran ini akan digelar sampai tanggal 11 juli yang pembukaannya pada tanggal 11 juni 2015 sekitar 1 bulan. Jadi jika anda ingin berkunjung jangan lupa untuk menyaksikan acara kesenian dan stand - stand yang ada, selain itu bukan hanya wisatawan bali dan luar bali saja melainkan wisatawan dari negara lain ikut datang berpartisipasi dalam pagelaran ini. ini beberapa gambar yang telah saya ambil saat mengunjungi PKB.






 Nah PKB ini saya rasa jauh lebih baik dari sebelumnya karena selain ada perubahan pada stand juga tidak bayar tiket alias gratis tis tis... :D jadi bikin saya semakin semangat untuk berkunjung ke PKB ini. Saya sudah berkunjung bagaimana dengan anda ?, saya tunggu anda di PKB, tapi sebelum kesana kurang lengkap tanpa jadwalnya nih wahh kebetulan saya punya jadwalnya jika anda ingin mengunduhnya silahkan di bawah.

Download Disini (server bakulfile)
Download Disini (server dropbox)  
N.B. Jadwal Ini terkadang bisa berubah karena tergantung dari dinas kebudayaan provinsi bali

jadi kalau ingin dapat jadwal yang tetap silahkan datang langsung ke art center dan ada pos yang menyediakan denah dan buku yang berisi jadwal PKB (tenang semuanya gratis kok :) jadi gk takut lagi semoga pengalaman saya ini bisa menambah semangat anda untuk ikut berpartisipasi dalam pagelaran ini. Dan untuk warga bali harusnya bangga dengan diadakannya pagelaran ini. Saya tentunya merasa bangga dengan diadakan pagelaran ini.

Refrensi : balitaksu.com , tribunnews, website resmi provinsi bali

Selasa, 23 Juni 2015

8 tanda yang sudah berlaku menurut kepercayaan orang bali

8 Tanda yang sudah berlaku menurut kepercayaan orang bali 


Sawen - sawen (tanda - tanda) yang sudah berlaku menurut kepercayaan orang bali/turun temurun. Percaya atau tidak, tidak dipaksakan. Sebaiknya, cobalah penulis hanya memberi saran itu sisanya terserah anda.

Berikut Sawen atau tanda yang berlaku turun - temurun di bali :

  1. Sekerat kayu yang dibuat sebagai kemaluan orang laki serta digantungi dua buah tempurung seakan - akan biijinya, itu guna penolak penyakit ayam dan hewan lainnya.
  2. Daun ""Sambelung" dicorak dengan kapur, digantung ditembok pintu pekarangan perlunya untuk penolak penyakit ayam
  3. Seekor ayam yang mati lantaran diserang oleh penyakit, lantas diambil kulitna serta digantung dimuka pintu pekarangan, perlunya juga akan penolak penyakit ayam.
  4. Kulit telur ayam yang baru menetas, lantas ditusuk dengan lidi yang ujungnya dicocokkan lombok atau bunga raya serta diletakkan di pintu pekarangan, perlunya supaya ayam yang baru menetas itu jangan disambar gagak atau burung elang.
  5. Pangkal pelepah nyiur dicorak dengan kapur berupa manusia ditaruh ditembok pintu luar perlunya penolak penyakit hewan.
  6. Tempurung berlobang tiga, yaitu yang dua dimisalkan mata dan yang satu dimisalkan mulut, dan digantung disebelah muka pintu pekarangan atau di dapur, perlunya penolak penyakit hewan.
  7. Bendera putih kecil bergambar, "Batara Gana" bertangkaikan bambu kuning / gading, yang disertai dengan saji - saji, yang diletakkan diatas para - para pada tiap - tiap pintu, guna penolak penyakit manusia.
  8. Kain putih bertulis "Sanghyang Taya" dipasang dimuka atas pintu pekarangan, perlunya juga akan penolak penyakit manusia.
Baik sampai disini untuk postingan saya kali ini tapi ingat, cara diatas boleh dicoba jika anda mau penulis tidak mengharuskan karena itu adalah kepercayaan anda sendiri.Tunggu postingan saya selanjutnya :D.

Minggu, 21 Juni 2015

Sejarah Dan Makna Galungan Dan Kuningan

Sejarah Hari Raya Galungan masih menjadi misteri. Dengan mempelajari pustaka-pustaka, di antaranya Panji Amalat Rasmi (Jaman Jenggala) pada abad ke XI di Jawa Timur, Galungan itu sudah dirayakan. Dalam Pararaton jaman akhir kerajaan Majapahit pada abad ke XVI, perayaan semacam ini juga sudah diadakan.
Menurut arti bahasa, Galungan itu berarti peperangan. Dalam bahasa Sunda terdapat kata Galungan yang berarti berperang.
Parisadha Hindu Dharma menyimpulkan, bahwa upacara Galungan mempunyai arti Pawedalan Jagat atau Oton Gumi. Tidak berarti bahwa Gumi/ Jagad ini lahir pada hari Budha Keliwon Dungulan. Melainkan hari itulah yang ditetapkan agar umat Hindu di Bali menghaturkan maha suksemaning idepnya ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi atas terciptanya dunia serta segala isinya. Pada hari itulah umat angayubagia, bersyukur atas karunia Ida Sanghyang Widhi Wasa yang telah berkenan menciptakan segala-galanya di dunia ini.
Ngaturang maha suksmaning idép, angayubagia adalah suatu pertanda jiwa yang sadar akan Kinasihan, tahu akan hutang budi.
Yang palng penting dalam melaksanakan upakara/upacara pada hari raya adalah sikap batin dan niat. Untuk mengenai banten saya tidak akan membahas secara lengkap. Hanya ditulis yang pokok -pokok saja menurut apa yang umum dilakukan oleh umat. Dan ingat yang terpentinga adalah niat dan kesungguhan karena itu yang menentukan berhasil atau tidaknya upakara. 
Dalam rangkaian peringatan Galungan, pustaka-pustaka mengajarkan bahwa sejak Redite Pahing Dungulan kita didatangi oleh Kala-tiganing Galungan. Sang Kala Tiga ialah Sang Bhuta Galungan, Sang Bhuta Dungulan dan Sang Bhuta Amangkurat. Disebutkan dalam pustaka-pustaka itu: mereka adalah simbul angkara (keletehan). Jadi dalam hal ini umat berperang, bukanlah melawan musuh berbentuk fisik, tetapi kala keletehan dan adharma. Berjuang, berperang antara dharma untuk mengalahkan adharma. Menilik nama-nama itu, dapatlah kiranya diartikan sebagai berikut:
  1. Hari pertama = Sang Bhuta Galungan.
    Galungan berarti berperang/ bertempur. Berdasarkan ini, boleh kita artikan bahwa pada hari Redite Pahing Dungulan kita baru kedatangan bhuta (kala) yang menyerang (kita baru sekedar diserang).
  2. Hari kedua = Sang Bhuta Dungulan.
    Ia mengunjungi kita pada hari Soma Pon Dungulan keesokan harinya. Kata Dungulan berarti menundukkan/ mengalahkan.
  3. Hari ketiga = Sang Bhuta Amangkurat
    Hari Anggara Wage Dungulan kita dijelang oleh Sang Bhuta Amangkurat. Amangkurat sama dengan menguasai dunia. Dimaksudkan menguasai dunia besar (Bhuwana Agung), dan dunia kecil ialah badan kita sendiri (Bhuwana Alit). 
Lebih Detailnya Urutan Hari maka akan seperti ini :
  • Rangkaian itu dimulai ketika hari Tumpek Pengarah atau Pengatag, yang jatuh pada hari Sabtu Kliwon Wuku Wariga, tepatnya 25 hari sebelum Hari Raya Galungan dan persembahan ditujukan kepada dewa Åšaá¹…kara (nama lain Dewa Åšiva/Siwa) sebagai penguasa tumbuh-tumbuhan dengan mempersembahkan sesajen pada pohon-pohon kayu yang menghasilkan buah, daun, dan bunga yang akan digunakan pada Hari Raya Galungan
  • Sugihan Jawa atau Sugihan Jaba yaitu; Sebuah kegiatan rohani dalam rangka menyucikan bhuana agung (makrocosmos/ alam besar) yang jatuh pada hari Kamis Wage Sungsang. Kata Sugihan berasal dari urat kata Sugi yang artinya membersihkan dan Jaba artinya luar, dalam lontar Sundarigama dijelaskan: bahwa Sugihan Jawa merupakan "Pasucian dewa kalinggania pamrastista bhatara kabeh" (pesucian dewa, karena itu hari penyucian semua bhatara). Pelaksanaan upacara ini dengan membersihkan alam lingkungan, baik pura, tempat tinggal, dan peralatan upacara di masing-masing tempat suci. Dan yang terpenting adalah membersihkan badan phisik dari debu kotoran dunia Maya, agar layak dihuni oleh Sang Jiwa Suci sebagai Brahma Pura.
  • Sugihan Bali; Bali dalam bahasa Sansekerta berarti kekuatan yang ada dalam diri. Jadi Sugihan Bali memiliki makna yaitu menyucikan diri sendiri sesuai dengan lontar sunarigama: "Kalinggania amrestista raga tawulan" (oleh karenanya menyucikan badan jasmani-rohani masing-masing /mikrocosmos/ alam  kecil/ bhuana alit) yaitu dengan memohon tirta pembersihan /penglukatan. Manusia tidak saja terdiri dari badan phisik tetapi juga badan rohani (Suksma Sarira dan Antahkarana Sarira). Persiapan phisik dan rohani adalah modal awal yang harus diperkuat sehingga sistem kekebalan tubuh ini menjadi maksimal untuk menghadapi musuh yang akan menggoda pertapaan kita.
  • Panyekeban – puasa I; Jatuh pada hari Minggu Pahing Dungulan. Panyekeban artinya mengendalikan semua indrya dari pengaruh negatif, karena hari ini Sangkala Tiga Wisesa turun ke dunia untuk mengganggu dan menggoda kekokohan manusia dalam melaksanakan Hari Galungan. Dalam Lontar Sunarigama disebutkan : "Anyekung Jnana" artinya mendiamkan pikiran agar tidak dimasuki oleh Bhuta Galungan dan juga disebutkan "Nirmalakena" (orang yang pikirannya yang selalu suci) tidak akan dimasuki oleh Bhuta Galungan. Melihat pesan Panyekeban ini mewajibkan umat Hindu untuk mulai melaksanakan Brata atau Upavasa sehingga pemenuhan akan kebutuhan semua Indriya tidak jatuh kedalam kubangan dosa; pikirkan yang baik dan benar, berbicara kebenaran, berprilaku bijak dan bajik, mendengar kebenaran, menikmati makanan yang sattvika, dan yang lain, agar tetap memiliki kekuatan untuk menghalau godaan Sang Mara. Jadi tidak hanya nyekeb pisang atau tape untuk banten.
  • Penyajaan – puasa II; Artinya hari ini umat mengadakan Tapa Samadhi dengan pemujaan kepada Ista Dewata. Penyajan dalam lontar Sunarigama disebutkan : "Pangastawaning Sang Ngamong Yoga Samadhi" upacara ini dilaksanakan pada hari Senin Pon Dungulan. Dengan Wiweka dan Winaya, manusia Hindu diajak untuk dapat memilah kemudian memilih yang mana benar dan salah. Bukan semata-mata membuat kue untuk upacara.
  • Penampahan – puasa III; Berasal dari kata tampah atau sembelih artinya ; bahwa pada hari ini manusia melakukan pertempuran melawan Adharma, atau hari untuk mengalahkan Bhuta Galungan dengan upacara pokok yakni Mabyakala yaitu memangkas dan mengeliminir sifat-sifat kebinatangan yang ada pada diri, bukan semata-mata membunuh hewan korban, karena musuh sebenarnya ada di dalam diri, bukan di luar termasuk sifat hewani tersebut. Ini sesuai dengan lontar Sunarigama yaitu ; "Pamyakala kala malaradan". Inilah puncak dari Brata dan Upavasa umat Hindu, bertempur melawan semua bentuk Ahamkara - kegelapan yang bercokol dalam diri. Selama ini justru sebagain besar dari kita malah berpesta pora makan, lupa terhadap jati diri, menikmati makanan, mabuk. Sehingga bukan Nyomya Bhuta Kala- Nyupat Angga Sarira, malah kita akhirnya menjelma jadi Bhuta itu sendiri
  • Galungan – lebar puasa; Hari kemenangan dharma terhadap adharma setelah berhasil mengatasi semua godaan selama perjalan hidup ini, dan merupakan titik balik agar manusia senantiasa mengendalikan diri dan berkarma sesuai dengan dharma dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan dalam usaha mencapai anandam atau jagadhita dan moksa serta shanti dalam hidup sebagai mahluk yang berwiweka.
  • Manis Galungan; Setelah merayakan kemenangan , manusia merasakan nikmatnya (manisnya) kemenangan dengan mengunjungi sanak saudara dengan penuh keceriaan, berbagi suka cita, mengabarkan ajaran kebenaran betapa nikmatnya bisa meneguk kemenangan. Jadi hari iniumat Hindu wajib mewartakan-menyampa ikan pesan dharma kepada semua manusia inilah misi umat Hindu: Dharma Cara- menyampaikan ajaran kebenaran dengan Satyam Vada – mengatakan dengan kesungguhan daan kejujuran.
  • Pemaridan Guru; Jatuh pada hari Sabtu Pon Dungulan, maknyanya pada hari ini dilambangkan dewata kembali ke sorga dan meninggalkan anugrah berupa kadirgayusan yaitu ; hidup sehat umur panjang dan hari ini umat menikmati waranugraha dari dewata. Demikian makna Hari Raya Galungan sebagai hari pendakian spritual dalam mencapai kemenangan /wijaya dalam hidup ini ditinjau dari sudut pelaksanaan upacara dan filosofisnya.
  • Sepuluh hari setelah Galungan disebut Kuningan merupakan tonggak kembalinya para dewata dan roh suci leluhur menuju kahyangan stana-nya masing-masing yang diyakini tempatnya di svargaloka (alam sorga). Kuningan merupakan hari kasih sayang, yang disimbulkan melalui berbagai pratika upakara seperti: tamiang, koleman, sulangi, tebo, dan endongan.

Pendeknya, mula-mula kita diserang, kemudian ditundukkan, dan akhirnya dikuasai. Ini yang akan terjadi, keletehan benar-benar akan menguasai kita, bila kita pasif saja kepada serangan-serangan itu. Dalam hubungan inilah Sundari-Gama mengajarkan agar pada hari-hari ini umat den prayitna anjekung jnana nirmala, lamakane den kasurupan. Hendaklah umat meneguhkan hati agar jangan sampai terpengaruh oleh bhuta-bhuta (keletehan-keletehan) hati tersebut. Inilah hakikat Abhya-Kala (mabiakala) dan metetebasan yang dilakukan pada hari Penampahan itu.
Menurut Pustaka (lontar) Djayakasunu, pada hari Galungan itu Ida Sanghyang Widhi menurunkan anugrah berupa kekuatan iman, dan kesucian batin untuk memenangkan dharma melawan adharma. Menghilangkan keletehan dari hati kita masing-masing. Memperhatikan makna Hari Raya Galungan itu, maka patutlah pada waktu-waktu itu, umat bergembira dan bersuka ria. Gembira dengan penuh rasa Parama Suksma, rasa terimakasih, atas anugrah Hyang Widhi. Gembira atas anugrah tersebut, gembira pula karena Bhatara-bhatara, jiwa suci leluhur, sejak dari sugi manek turun dan berada di tengah-tengah pratisentana sampai dengan Kuningan.
Image result for penjorPenjor terpancang di muka rumah dengan megah dan indahnya. Ia adalah lambang pengayat ke Gunung Agung, penghormatan ke hadirat Ida Sanghyang Widhi. Janganlah penjor itu dibuat hanya sebagai hiasan semata-mata. Lebih-lebih pada hari raya Galungan, karena penjor adalah suatu lambang yang penuh arti. Pada penjor digantungkan hasil-hasil pertanian seperti: padi, jagung, kelapa, jajanan dan lain-lain, juga barang-barang sandang (secarik kain) dan uang. Ini mempunyai arti: Penggugah hati umat, sebagai momentum untuk membangunkan rasa pada manusia, bahwa segala yang pokok bagi hidupnya adalah anugrah Hyang Widhi. Semua yang kita pergunakan adalah karuniaNya, yang dilimpahkannya kepada kita semua karena cinta kasihNya. Marilah kita bersama hangayu bagia, menghaturkan rasa Parama suksma.
Kita bergembira dan bersukacita menerima anugrah-anugrah itu, baik yang berupa material yang diperlukan bagi kehidupan, maupun yang dilimpahkan berupa kekuatan iman dan kesucian batin. Dalam mewujudkan kegembiraan itu janganlah dibiasakan cara-cara yang keluar dan menyimpang dari kegembiraan yang berdasarkan jiwa keagamaan. Mewujudkan kegembiraan dengan judi, mabuk, atau pengumbaran indria dilarang agama. Bergembiralah dalam batas-batas kesusilaan (kesusilaan sosial dan kesusilaan agama) misalnya mengadakan pertunjukkan kesenian, malam sastra, mapepawosan, olahraga dan lain-lainnya. Hendaklah kita berani merombak kesalahan-kesalahan/ kekeliruan-kekeliruan drsta lama yang nyata-nyata tidak sesuai atau bertentangan dengan ajaran susila. Agama disesuaikan dengan desa, kala dan patra. Selanjutnya oleh umat Hindu di Bali dilakukan persernbahyangan bersama-sama ke semua tempat persembahyangan, misalnya: di sanggah/ pemerajan, di pura-pura seperti pura-pura Kahyangan Tiga dan lain-lainnya. Sedangkan oleh para spiritualis, Hari Raya Galungan ini dirayakan dengan dharana, dyana dan yoga semadhi.
 
Image result for pesembahyangan saat galunganPersembahan dihaturkan ke hadapan Ida Sanghyang Widhi dan kepada semua dewa-dewa dan dilakukan di sanggah parhyangan, di atas tempat tidur, di halaman, di lumbung, di dapur, di tugu (tumbal), di bangunan-bangunan rumah dan lain-lain.
Seterusnya di Kahyangan Tiga, di Pengulun Setra (Prajapati), kepada Dewi Laut (Samudera) Dewa Hutan (Wana Giri) di perabot-perabot / alat-alat rumah tangga dan sebagainya. 
Widhi-widhananya untuk di Sanggah/ parhyangan ialah: Tumpeng penyajaan, wewakulan, canang raka, sedah woh, penek ajuman, kernbang payas serta wangi-wangian dan pesucian. Untuk di persembahyangan (piasan) dihaturkan tumpeng pengambean, jerimpen, pajegan serta dengan pelengkapnya. Lauk pauknya sesate babi dan daging goreng, daging itik atau ayarn, dibuat rawon dan sebagainya. Sesudah selesai menghaturkan upacara dan upakara tersebut kemudian kita menghaturkan segehan tandingan sebagaimana biasanya, untuk pelaba-pelaba kepada Sang Para Bhuta Galungan, sehingga karena gembiranya mereka lupa dengan kewajiban- kewajibannya mengganggu dan menggoda ketentraman batin manusia.
Demikianlah hendaknya Hari Raya Galungan berlaku dengan aman dan diliputi oleh suasana suci hening, mengsyukuri limpahan kemurahan Ida Sanghyang Widhi untuk keselamatan manusia dan seisi dunia. Pada hari Saniscara Keliwon Wuku Kuningan (hari raya atau Tumpek Kuningan), Ida Sanghyang Widhi para Dewa dan Pitara-pitara turun lagi ke dunia / bhatara turun kabeh untuk melimpahkan karunia-Nya berupa kebutuhan pokok tersebut.
Pada hari itu dibuat nasi kuning, lambang kemakmuran dan kemenagan melawan adharma lalu dihaturkan sesajen-sesajen sebagai tanda terimakasih dan suksmaning idep kita sebagai manusia (umat) menerima anugrah dari Hyang Widhi berupa bahan-bahan sandang dan pangan yang semuanya itu dilimpahkan oleh beliau kepada umat-Nya atas dasar cinta-kasihnya. Di dalam tebog atau selanggi yang berisi nasi kuning tersebut dipancangkan sebuah wayang-wayangan (malaekat) yang melimpahkan anugrah kemakmuran kepada kita semua.
Demikian secara singkat keterangan-keterangan dalam merayakan hari Raya Galungan dan Kuningan dalam pelaksanaan dari segi batin.


Dikutip dari : babadbali.com, parisadha hindu dharma indonesia

Jumat, 19 Juni 2015

Makna Hari Raya Nyepi Di Bali

Makna Hari Raya Nyepi Di Bali
Image result for suasana nyepiHari Raya Nyepi adalah hari raya umat Hindu yang dirayakan setiap Tahun Baru Saka. Dimana pada hari ini umat hindu melakukan amati geni yaitu mengadakan Samadhi pembersihan diri lahir batin. Pembersihan atas segala dosa yang sudah diperbuat selama hidup di dunia dan memohon pada yang Maha Kuasa agar diberikan kekuatan untuk bisa menjalankan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang . Hari Raya Nyepi jatuh pada hitungan Tilem Kesanga (IX) yang diyakini saat baik untuk mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa dan dipercayai merupakan hari penyucian para dewa yang berada dipusat samudra yang akan datang kedunia dengan membawa air kehidupan (amarta ) untuk kesejahteraan manusia dan umat hindu didunia

Jika kita renungi/ pikirkan secara mendalam perayaan Nyepi mengandung makna dan tujuan yang sangat dalam dan mulia. Seluruh rangkaian Nyepi merupakan sebuah dialog spiritual yang dilakukan umat Hindu agar kehidupan ini selalu seimbang dan harmonis sehingga ketenangan dan kedamaian hidup bisa terwujud. Mulai dari Melasti/mekiis dan nyejer/ngaturang bakti di Balai Agung adalah dialog spiritual manusia dengan Alam dan Tuhan Yang Maha Esa, dengan segala manifetasi-Nya serta para leluhur yang telah disucikan. Tawur Agung dengan segala rangkaiannya adalah dialog spiritual manusia dengan alam sekitar dan ciptaan Tuhan yang lain yaitu para bhuta demi keseimbangan bhuana agung bhuana alit. Pelaksanaan catur brata penyepian merupakan dialog spiritual antara diri sejati (Sang Atma) umat dengan sang pendipta (Paramatma) Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam diri manusia ada atman (si Dia) yang bersumber dan sang Pencipta Paramatma (Beliau Tuhan Yang Maha Esa). Dan Ngembak Geni dengan Dharma Shantinya merupakan dialog spiritual antara kita dengan sesama.

Sehingga melalui Perayaan Nyepi, dalam hening sepi kita kembai ke jati diri (mulat sarira) dan menjaga keseimbangan/keharmonisan hubungan antara kita dengan Tuhan, Alam lingkungan (Butha) dan sesama sehingga Ketenangan dan Kedamaian hidup bisa terwujud.

Hari Raya Nyepi merupakan hari raya umat Hindu yang dirayakan setiap Tahun Baru Saka. Dimana pada hari ini umat hindu melakukan amati geni yaitu mengadakan Samadhi pembersihan diri lahir batin. Pembersihan atas segala dosa yang sudah diperbuat selama hidup di dunia dan memohon pada yang Maha Kuasa agar diberikan kekuatan untuk bisa menjalankan kehidupan yang lebih baik dimasa mendatang.

Hari Raya Nyepi jatuh pada hitungan Tilem Kesanga (IX) yang diyakini saat baik untuk mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa dan dipercayai merupakan hari penyucian para dewa yang berada dipusat samudra yang akan datang kedunia dengan membawa air kehidupan (amarta) untuk kesejahteraan manusia dan umat hindu di dunia.

Nyepi asal dari kata sepi (sunyi, senyap). yang merupakan perayaan Tahun Baru Hindu berdasarkan kalender Saka, kira kira dimulai sejak tahun 78 Masehi. Pada Hari Raya Nyepi ini, seluruh umat Hindu di Bali melakukan perenungan diri untuk kembali menjadi manusia manusia yang bersih , suci lahir batin. Oleh karena itu semua aktifitas di Bali ditiadakan, fasilitas umum hanya rumah sakit saja yang buka.

Adapun Upacara Yang Diadakan Sebelum Dan setelah Nyepi yaitu :

Upacara Melasti
 Image result for makna nyepi di bali
Melasti berasal dari kata
  • Mala = kotoran/ leteh, dan  Asti = membuang/memusnahkan,
Upacara Melasti Selang waktu dua tiga hari sebelum Hari Raya Nyepi, diadakan upacara Melasti atau disebut juga Melis/Mekiyis, dihari ini, seluruh perlengkapan persembahyang yang ada di Pura di arak ke tempat tempat yang mengalirkan dan mengandung air seperti laut, danau dan sungai, karena laut, danau dan sungai adalah sumber air suci (tirta amerta) dan bisa membersihkan dan menyucikan dari segala kotoran yang ada di dalam diri manusia dan alam.

Melasti merupakan rangkaian upacara Nyepi yang bertujuan untuk membersihkan segala kotoran badan dan pikiran (buana alit), dan juga alat upacara/alam semesta (buana agung) serta memohon air suci kehidupan (tirta amertha) bagi kesejahteraan manusia. Pelaksanaan melasti ini biasanya dilakukan dengan  membawa arca,pretima, barong yang merupakan simbolis untuk memuja manifestasi Tuhan Ida Sang Hyang Widi Wasa diarak oleh umat menuju laut atau sumber air untuk memohon permbersihan dan tirta amertha (air suci kehidupan).

Seperti dinyatakan dalam Reg Weda II. 35.3 
“Apam napatam paritasthur apah” yang artinya “Air yang berasal dari mata air dan laut mempunyai kekuatan untuk menyucikan.

Selesai melasti Pretima,arca dan sesuhunan barong biasanya dilinggihkan di Bale Agung (Pura Desa) untuk memberkati umat dan pelaksanaan Tawur Kesanga. Melasti Mekiis Memohon Air Suci ke Laut Sebelum Melaksanakan Nyepi Tawur Agung/Tawur Kesanga atau Pengerupukan dilaksanakan sehari menjelang Nyepi yang jatuh tepat pada Tilem Sasih Sesanga.

Pecaruan
Image result for upacara pecaruan atau tawur agung
Pecaruan atau Tawur dilaksanakan di catuspata pada waktu tepat tengah hari. Filosofi Tawur adalah sebagai berikut tawur artinya membayar atau mengembalikan. Apa yang dibayar dan dikembalikan? Adalah sari-sari alam yang telah dihisap atau digunakan manusia. Sehingga terjadi keseimbangan maka sari-sari alam itu dikembalikan dengan upacara Tawur/Pecaruan yang dipersembahkan kepada Bhuta sehingga tidak menggangu manusia melainkan bisa hidup secara harmonis (butha somya). Filosofi tawur dilaksanakan di catuspata menurut Perande Made Gunung agar kita selalu menempatkan diri ditengah alias selalu ingat akan posisi kita, jati diri kita, dan perempatan merupakan lambang tapak dara, lambang keseimbangan, agar kita selalu menjaga keseimbangan dengan atas (Tuhan), bawah (Alam lingkungan), kiri kanan (sesama manusia).
Setelah tawur pada catus pata diikuti oleh upacara pengrupukan.

Pengerupukan
 Image result for pengrupukan
pengerupukan, yaitu menyebar-nyebar nasi tawur, mengobori-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesiu, serta memukul benda-benda apa saja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh. Pada malam pengerupukan ini, di bali biasanya tiap desa dimeriahkan dengan adanya ogoh-ogoh yang diarak keliling desa disertai dengan berbagai suara mulai dari kulkul, petasan dan juga “keplug-keplugan (Lom) ” yaitu sebuah bom khas bali yang mengeluarkan suara keras dan menggelagar seperti suara bom, yang dihasilkan dari proses gas dari karbit dan air yang dibakar mengeluarkan suara ledakan yang mengelegar. Ogoh-ogoh umumnya dengan rupa seram, mata melotot, susu menggelantung yang melambangkan buta kala.

Nyepi
Image result for nyepi
Pelaksanaan catur brata penyepian merupakan dialog spiritual antara diri sejati (Sang Atma) umat dengan sang pendipta (Paramatma) Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam diri manusia ada atman (si Dia) yang bersumber dan sang Pencipta Paramatma (Beliau Tuhan Yang Maha Esa). Dan Ngembak Geni dengan Dharma Shantinya merupakan dialog spiritual antara kita dengan sesama. Sehingga melalui Perayaan Nyepi, dalam hening sepi kita kembai ke jati diri (mulat sarira) dan menjaga keseimbangan/keharmonisan hubungan antara kita dengan Tuhan, Alam lingkungan (Butha) dan sesama sehingga Ketenangan dan Kedamaian hidup bisa terwujud.

Ada empat catur brata yang menjadi larangan dan harus di jalankan : 
  1. Amati Geni: Tidak menyalakan api serta tidak mengobarkan hawa nafsu. 
  2. Amati Karya: Tidak melakukan kegiatan kerja jasmani, melainkan meningkatkan kegiatan menyucikan rohani. 
  3. Amati Lelungan: Tidak berpergian melainkan mawas diri,sejenak merenung diri tentang segala sesuatu yang kita lakukan saat kemarin , hari ini dan akan datang. 
  4. Amati Lelanguan: Tidak mengobarkan kesenangan melainkan melakukan pemusat Pikiran terhadap Sang Hyang Widhi Brata ini mulai dilakukan pada saat matahari “Prabata” saat fajar menyingsing sampai fajar menyingsing kembali keesokan harinya, selama (24) jam


Ngembak Geni
Ngembak Geni berasal dari kata ngembak yang berarti mengalir dan geni yang berarti api yang merupakan symbol dari Brahma (Dewa Pencipta) maknanya pada hari ini tapa brata yang kita laksanakan selama 24 Jam (Nyepi) hari ini bisa diakhiri dan kembali bisa beraktivitas seperti biasa, memulai hari yang baru untuk berkarya dan mencipta alias berkreativitas kembali sesuai swadharma/kewajiban masing-masing. Ngembak geni biasanya diisi dengan kegiatan mengunjungi kerabat dan saudara untuk mesima krama, bertegur sapa sambil mengucapkan selamat hari raya dan bermaaf-maafan.

Dharma Santhi
Dharma Santhi juga biasanya diselenggarakan setelah Nyepi yaitu dengan mengadakan dialog keagamaan sekaligus tempat untuk mesimakrama alias bersilaturahmi dengan sesama. Makna Nyepi Jika kita renungi secara mendalam perayaan Nyepi mengandung makna dan tujuan yang sangat dalam dan mulia. Seluruh rangkaian Nyepi merupakan sebuah dialog spiritual yang dilakukan umat Hindu agar kehidupan ini selalu seimbang dan harmonis sehingga ketenangan dan kedamaian hidup bisa terwujud. Mulai dari Melasti/mekiis dan nyejer/ngaturang bakti di Balai Agung adalah dialog spiritual manusia dengan Alam dan Tuhan Yang Maha Esa, dengan segala manifetasi-Nya serta para leluhur yang telah disucikan. Tawur Agung dengan segala rangkaiannya adalah dialog spiritual manusia dengan alam sekitar dan ciptaan Tuhan yang lain yaitu para bhuta demi keseimbangan bhuana agung bhuana alit.

berdasarkan tradisi yang ada saat nyepi kita berpuasa,tidak melakukan hal - hal yang aneh- aneh seperti berhura - hura, selain itu saat nyepi kita merenungkan segala perbuatan yang telah kita lakukan dan berusaha menjadi lebih baik lagi sekaligus memohon pengampunan kepada Sang Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Kuasa).

Seluruh kegiatan upacara tersebut masih terus dilakukan, diadakan dan dilestarikan turun temurun hingga sekarang diseluruh kabupaten bali. Dan menjadi salah satu daya tarik adat budaya yanga tak ternilai harganya baik di wisatawan domestik maupun internasional (manca negara).

Sumber Pustaka :
- Google
- parissweethome.com
- id.wikipedia.org
- hindu-dharma.org
- aviva.co.id

Terima Kasih Telah Membaca pos saya tunggu postingan saya selanjutnya :D dan semoga budaya bali tetap lestari.