Sabtu, 08 April 2017

Falsafah Tri Sandya atau Gayatri Mantram


Kiranya ada anggapan bahwa Uvacha tri sandya tidak bermakna, itu sangat keliru adanya. Justru dalam perkembangan umat hindu dan paham hinduisme, gayatri dikatakan peneguh identitas agama hindu.
Tri Sandya adalah roda kehidupan beragama yang menghubungkan refleksi kita dengan Hyang Widhi. Penghubungan tiga kali dalam sehari dilakukan pada pagi-siang dan petang/malam. Saat waktu tiga itulah umat hindu menyatakan berserah diri secara total (bayu-sabda-idep) tingkah laku, ucapan, pikiran kehadapan-Nya. Sandya wakti pagi adalah untuk mengembalikan rasa ego setelah terombang ambing suasana nikmat tidur dan memohon bimbingan menerima hadirnya siang. Setelah mendapat keteguhan hati, sandya kedua ini berisi pernyataan maaf kepada Nya atas segala kekhilafan yang telah kita perbuat selama perjalanan pagi ke siang. Sedangkan sandya (perhubungan) yang ketiga adalah rasa ayubagia atas syukur atas segala limpahan serta karunia Nya yang dianugrahkan kepada kita, dan tetap memohon kewaspadaan memasuki suasana malam. Demikian seterusnya hari berganti hari kita wujud- bangun puja tri sandya kehadapan Ida Sang Hyang Widhi selama hayat dikandung badan.

Gayatri
            Struktur gayatri mantram yang menempati urutan pertama Tri Sandya adalah:
“ OM ” // “ Bhur Bhuwah Swah ” //

“ Tat Sawitur Warenyam , Bhargo Dewasya Dimahi Dhiyo Yo Nah Prachodayat ”
Artinya :
            Oh, Hyang Widhi yang menguasai tiga dunia ini, yang maha suci dan sumber segala kehidupan, sumber segala cahaya semoga Hyang Widhi melimpahkan pada budhi nurani hamba penerangan sinar cahaya Nya yang maha suci.

            Gayatri  menurut para Rsi adalah shabda Brahman atau suara Hyang Widhi. Suara Hyang Widhi adalah weda. Dari pandangan ini, maka gayatri adalah basis yang terdalam dari weda atau sering disebut weda mata (ibu dari semua weda) gayatri memiliki 3 kerangka:
·         OM disebut Pranawashabda;
·         Bhur Bhuwah Swah disebut Mahawyahritis;
·         Tat Sawitur Warenyam disebut mantra;
“Pranawa “ berasal dari kata “Pranu” yang artinya bergetar atau menggetarkan
      Om atau Ongkara yang dibaca “Aum” merupakan sumber dari segala ucapan yang bersifat langgerng sebagai kekuatan Hyang Widhi, kekuatan ini disebut Tri Sakti yaitu brahma fungsi pencipta(utpatti) dengan simbul aksara A.
      A selalu menempati urutan pertama dalam struktur alphabet, misalnya A,b,c,…; dan A,I,u,…, A,na,ca,ra,ka,… dalam sloka weda disebutkan: “Aksaranam A karo’smi…….’ (aku adalah huruf A dari semua aksara)”
      Huruf A pengucapan mulut terbuka lebar, berarti lahir segala materi dunia. Kekuatan yang kedua yaitu wisnu (stiti) dengan simbul U. Sesungguhnya U merupakan bulatan atau elip (OU) yang senantiasa memelihara segala yang ada. Dalam urutan vocal kebetulan berada di tengah: a,i,u,e,o.
      Ciwa sebagai kekuatan Hyang Widhi dalam fungsinya melebur (pralaya/pralina) disimbulkan dengan huruf M, menunjukkan mulut tertutup rapat. Ketiga kekuatan Hyang Widhi yang disimbulkan dengan A U M mempunyai makna dan filsafat sangat mendalam sehingga seluruh mantra diawali dengan OM. Dalam hubungan kenapa munculnya kesadaran ber-tri sandya tiada lain adalah mematrikan OM sebagai penunjuk jalan menuju Hyang Widhi (moksa). Bahkan bagi umat yang merasa ajal telah tiba pun patut dibisikan aksara suci Om-Om-Om berulang-ulang agar teringat terus sampai menyatu dengan Hyang Widhi (menunggal kawula lan Gusti). Hal ini dipertegas oleh sloka weda:
Om ity ekaksaram brahman//

      Wyaharan mam anusmaran//

      Yah prayati tyajan deham//

      Sayati paramam gatim.
Artinya:
      Ia yang menggunakan Om, aksara tunggal brahman dan mengingatkan Aku sewaktu ajal akan meninggalkan jasmani, ia akan pergi menuju tempat tertinggi.
      Mahawyahritis, yaitu kata-kata rahasia yang terdiri: Bhur-Bhuwah-Swah atau Bumi-Atmosfer-dan Surga. Seperti lingkaran lahir, mati dan kelahiran kembali terdapat dalam ketiga dunia ini. Dapat juga dikonotasikan (diarti tambahkan) ke dalam tiga waktu (tri kalam) yaitu waktu lampau, sekarang, dan yang akan dating atau pagi, siang, dan petang/malam hari.
      Tri loka (Bhur Bhuwah Swah) berhubungan erat dengan Tri kalam sebagai berpijaknya Hyang Widhi, serta disangga oleh Sama-Yajur-Atharwa dengan berlandaskan Reg Weda. Dengan demikian melagukan Gayatri berarti mengandung makna mendekatkan diri kepada Hyang Widhi untuk maksud membebaskan diri dari ligkaran lahir, mati, dan lahir kembali.
      Gayatri terdiri dari 24 suku kata dan terbagi menjadi 3 bait yang masing-masing bait ada 8 suku kata:
Tat-Sa-Wi-Tur-Wa-Ren-Ni-Yam//.

Bhar-Go-De-Was-Ya-Di-Ma-Hi//.

Dhi-Yo-Yo-Nah-Pra-Cho-Da-Yat//.
      Dan analisis etimologi timbul pertanyaan, apakah betul mantra memberi perlindungan kepada waladika (pembaca weda).
      Jawabannya harus dibarengi dengan ketulusan ber-tri sandya, dan tidak sekadar Tarik suara keras-keras lewat corong pengeras suara. Yang penting dari ucapan weda ialah:
-          Chanda dalam syair
-          Hymne atau ketukan yang diterapkan dalam sruti, karena mantra Gayatri mempunyai arti:
Tat                       = itu
Sawitur                = yang megnhidupkan, sinar suci yang bersifat ketuhanan.
Warenyam           = yang terutama, memuja
Bhargo                = jernih,sinar/cahaya
Dewasya             = yang Maha Kuasa,sinar Tuhan yang anggun
Dhimahi              = pusatkan cipta, merenungkan, memikirkan, mengingat.
Dhi(yo)                = pikiran, orak, budi.
Yoyonah             = yang itu.
Prachodayat        = keinginan bersujud kepada Tuhan, semoga diberkati.

            Maka mudah-mudahan (aum awighnamastu) yajna sembahyang kita menjadi brahman-brahmana wahanan, atau dengan kidung mantra kita akan dilindungi Brahman.
            Dengan demikian upayakanlah pengucapan mantra itu sesuai dengan chanda, maka akan dapat memberikan kekekalan (moksa), dan menjauhkan kita dari penderitaan. Untuk memperkuat analisis ini, mari hubungkan dengan sloka Weda: Gayatri Chandasam aham …. (…… diantara Chanda Aku adalah Gayatri….) Bahkan kata Gayatri, mengandung makna “ dilindungi bagi siapa yang melagukan ini.”
            Untuk tujuan pembersihan pikiran, Gayatri merupakan doa universal dan bersifat immanent dan transcendent dicine (dapat dipakai oleh seluruh umat manusia dalam berbagai kepercayaan tana memandang daerah dan iklim). Dengan kata lain bahwa mengidungkan Gayatri, kita memohon anugrah untuk membangkitkan, menguatkan, dan menyadarkan kecerdasan. Sehubungan dengan hal ini patut ditempuh hal-hal:
1.      Berpegang teguh pada kejujuran
2.      Tidak risau terhadap suka duka gelombang kehidupan
3.      Mempertahankan kebenaran yang sejati dan kebenaran yang pasti jaya (menang)
4.      Mentaati terus sembahnyang (sadhana)
5.      Senantiasa merencanakan kebajikan keTuhanan berupa japa sahita dhiana (konsentrasi)
Akhirnya barang siapa mengidungkan/melagukan/melantunkan Gayatri secara tekun, akan menghasilkan buah jnana dan merasakan perlindungan sebagaimana janji Hyang Widhi dalam sloka-sloka Weda.
Demikian sedikit mengenai falsafah Tri sandya/Gayatri yang merupakan sarinya weda, atau Gayatri mantra adalah yang paling utama dalam weda.
Terima kasih sudah membaca artikel yang cukup panjang ini, dan saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan didalam artikel ini, semoga bisa membantu anda dan menambah wawasan anda :D

0 komentar:

Posting Komentar